Jakarta – Sawahlunto Kreatif kali ini menggelar Pameran Songket Silungkang sebagai Warisan Budaya Kota Tua Sawahlunto yang diselenggarakan di Museum Tekstil Jakarta Jl. K.S Tubun No. 2-4 Jakarta Pusat. Dalam pembukaan pameran, Rabu (17/4) hadir Walikota Sawahlunto, Ketua DPRD Sawahlunto, Ibu Vita Gamawan Fauzi, Ibu Oke Rajasa, serta Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata DKI Ibu Dr. Vinia Budiarti, mewakili Gubernur DKI Jokowi yang berhalangan hadir.

Dalam sambutannya, Walikota Sawahlunto Amran Nur mengingatkan bagaimana di Sawahlunto pada tahun 1997 – 2008 hanya terdapat 377 orang pengrajin kain tenun songket Silungkang. Sampai tahun 2012, pengrajin bukannya berkurang namun bertambah menjadi 678 orang. Ini menandakan bagaimana kecintaan kepada kain songket Silungkang bisa membangkitkan generasi penerusnya. Harus diakui bahwa saat ini pendapatan dari penjualan kain songket Silungkang bisa mencapai 54 ribu helai per tahun, yang artinya kain tenun songket Silungkang ini bisa menjadi penopang perekonomian masyarakat.

Sementara itu Dr. Vinia Budiarti menyambut baik atas terselenggaranya pameran ini, mengingat Jakarta sebagai ibukota negara wajib untuk mempromosikan warisan budaya Indonesia dari daerah mana pun. Karena itu dengan diadakannya pameran songket Silungkang sebagai warisan budaya kota tua Sawahlunto, bisa menjadi acuan untuk daerah lainnya yang ingin mempromosikan warisan budaya daerahnya hingga ke manca negara.

20130419_Songket_Silungkang_Sawahlunto_4

Sebelum membuka secara simbolis Pameran Songket Silungkang sebagai Warisan Budaya Kota Tua Sawahlunto, Ibu Oke Rajasa mengingatkan bahwa tahun 2013 sebagai tahun pusaka, merupakan momen yang tepat untuk kita membangkitkan kembali warisan-warisan budaya yang selama ini mungkin belum dikenal secara luas. Dengan diadakannya pameran seperti ini, masyarakat akan kembali mengenal dan mungkin bisa berkreasi lebih bagus lagi untuk dimodifikasi dengan desain modern. Ini tentunya menjadi tantangan tersendiri bagi para pengrajin kain songket, supaya produk yang dihasilkan tidak hanya berupa kain, namun bisa dijadikan alternatif lainnya, dengan kombinasi bahan dan benang yang bisa dimodifikasi.

Pameran yang akan berlangsung sampai tanggal 26 April akan diisi bincang wastra dengan tema Pameran Tenun Silungkang pada hari Minggu 21 April pukul 14.00 – 15.00 WIB, yang menghadirkan narasumber Walikota Sawahlunto Amran Nur, Ibu Judy Achadi, dan Dra. Wati Sudariyati, M.Pd. Pada pameran ini juga ditampilkan seorang penenun songket Silungkang yang mendemonstrasikan bagi para pengunjung bagaimana cara membuat kain songket Silungkang.

Foto: Ifan F. Harijanto | Editor: Intan Larasati
Read more at http://indonesiakreatif.net/news/liputan-event/songket-silungkang-warisan-budaya-kota-tua-sawahlunto/#yWy8H65myHlTqRYQ.99

Ditempa oleh kondisi alam Silungkang yang sempit, kejam dan berbukit- bukti batu, serta sulit untuk bercocok tanam membuat orang Silungkang harus berpikir keras untuk mengatasi keadaan kehidupannya, dari keadaan itu terlahirlah orang Silungkang yang tangguh, ulet, berani menghadapi segala tantangan demi untuk kelangsungan kehidupannya. Berawal dari situ mulai orang Silungkang mencoba berwarung-warung minuman dan makanan dilingkungannya, dari berdagang minuman dan makanan setapak demi setapak mereka maju, dan mulailah berdagang barang-barang lain dari satu desa ke desa lainnya dari satu nagari ke nagari lainnya dari satu daerah ke daerat lainnya, ternyata berdagang cocok untuk orang Silungkang sehingga sekitar abad ke-12 dan ke-13 orang Silungkang sudah mulai berdagang mengarungi samudera dan sudah sampai ke semenanjung Malaka bahkan sampai di Patani di Siam (Thailand) sekarang. Di negeri Siam inilah perantau Silungkang dapat belajar bertenun dan setelah mereka pandai dan mengerti cara bertenun sewaktu mereka kembali ke Silungkang, ilmu bertenun ini mereka ajarkan kepada kaum ibu di Silungkang dan semenjak itu mulailah beberapa orang wanita Silungkang bertenun songket, pada awalnya bertenun hanya untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan keluarganya saja, kemudian mulai menerima pesanan dari tetangga setelah itu baru mulai menerima pesanan dari pembesar nagari seperti dari pembesar kerajaan dan penghulu- penghulu nagari.

(lebih…)

  1. SAKO

Sako artinya warisan yang tidak bersifat benda seperti gelar pusako. sako juga berarti asal, atau tua, seperti dalam kalimat berikut.

Sawah banyak padi dek urang

Lai karambia sako pulo

(lebih…)

UNDANG-UNDANG NAN DUA PULUH DAN

HUKUM ADAT DI SILUNGKANG

 Undang-undang yang dua puluh merupakan undang-undang yang mengatur persoalan hukum pidana, mengenai berbagai bentuk kejahatan dengan sanksi tertentu, dan bukti terjadinya kejahatan serta cara pembuktiannya.

Undang-undang dua puluh ini secara pokoknya disusun oleh kedua ahli hukum Minangkabau yaitu Datuk Ketumanggungan dan Datuk Perpati Nan Sabatang.

(lebih…)

Hadirilah …….
Semua warga negara Indonesia dan Mancanegara

PAMERAN dan FASHION SHOW SONGKET SILUNGKANG di Taman Ismail Marzuki (TIM) Cikini Jakarta Pusat

30 – 31 Oktober 2012Los Lambung (Stand Makanan) diisi ALE-ALE ANGEK (panas), COKI, LUPI (lupis), SOP DAN SOTO WARGA SILUNGKANG JAKARTA, dll.Undangan yang akan hadir Duta Besar Negara Sahabat, Menteri, Pejabat Negara, Bisnismen, Investor dan lain-lain.Setiap hari dihadiri kurang lebih 1500 orang (Insya Allah)

Musik : Talempong, Randai, Gamad, Badiki dan KIM

KIM mulai jam 20.00 WIB

Pameran dibuka jam 14.00 WIB

Makan Bajamba diutamakan masyarakat LUAR KOTA SAWAHLUNTO sebanyak 50 Jambai = 250 orang. Pada tanggal 31 Oktober 2012. Jam 18.30 WIB

AGENDA ACARA

Selasa, 30 Oktober 2012

10.00 – Selesai

  • Pameran Ekonomi Kreatif & Parawisata Sawahlunto
  • Demo Pembuatan Songket Silungkang
  • Pameran Foto
  • Los Lambuang
  • Pameran Songket Silungkang

18.00 – Selesai

  • Kesenian rakyat
  • Talempong
  • Randai
  • Saluang
  • Rabab
  • Kim

Rabu, 31 Oktober 2012

10.00 – Selesai

  • Pameran Ekonomi Kreatif & Parawisata Sawahlunto
  • Demo Pembuatan Songket Silungkang
  • Pameran Foto
  • Los Lambuang
  • Pameran Songket Silungkang

19.00 – Selesai

  • Makan Bajamba

20.00 – Selesai

  • Malam puncak Sawahlunto Kreatif
    • Sambutan Walikota Sawahlunto
    • Launching Buku Sahabat Sawahlunto dan Ragam Hias Songket Silungkang
    • Sambutan Gubernur Sumatera Barat
    • Orasi menteri Parawisata dan Ekonomi Kreatif tentang “Ekonomi Kreatif” Sekaligus membuka acara.
    • Pertunjukan Sendra tari karya Hartati dengan tema “ Restorasi Songket Silungkang”
    • Fashion Show oleh Ria Miranda dengan tema “Minang Heritage”

Agenda acara diatas dikutip dari Undangan yang telah dan akan diedarkan. Sekapur sirih atau sambutan Walikota Sawahlunto dalam undangan tersebut semuanya mengangkat songket Silungkang. Berikut sedikit cuplikannya:

Aktifitas tenun Silungkang yang bernilai ekonomi itu tidak diragukan lagi eksistensinya. Perjalanan tenun Silungkang dengan berbagai produk songket telah mengalami berbagai dinamika dan pasang surut. Tenun songket Silungkang dimasa silam telah menorehkan prestasi hingga ke pentas dunia. Sejarah mencatat dimasa pemerintahan Hindia Belada, pengrajin tenun Silungkang telah ikut serta dalam Pekan Raya Ekonomi Eropa, tepatnya di Brussel Ibukota Belgia ditahun 1920.

FYI: Warga perantau asal Sawahlunto diharapkan meramaikan acara hari pertama dan hari kedua dengan datang berbondong-bondong ke TIM. Acara makan bajamba dan malam puncak di dalam gedung diutamakan untuk undangan karena sifatnya untuk promosi parawisata sawahlunto dan songket Silungkang

simf

multicultural

photograpy

SALINAN DARI SALINAN

Sjech M. Saleh bin Abdullah, meninggal dunia pada hari Sabtu, waktu asjar tgl. 29 Zulhidjah 1288.

KETERANGAN SURAU GADANG DAN TAHAHNJA

Membuat surau itu (Surau gadang Silungkang) adalah engku Sjech M. Saleh bin Abdullah dengan pertolongan tonggak dan pekajuan sebagian besar dari Pianggu dan Tarung2, ada djuga masuk sedikit2, Indudur dan lainnya, tukang jang bekerja semuanja dari Kubang 13 dari bagian Alahan Pandjang.

Setelah surau itu sempurna sudah, beliau wakafkan Surau gadang itu kepada sembilan orang murid beliau jaitu :

1. Sjech Moh. Taib surau lurah Silungkang. (tanah sirah)
2. Sjech Ahmad engku Surau Tandjung. (dalimo tapanggang)
3. Sjech Abdul Rachman anak beliau (engku Surau Bulek). (dalimo jao)
4. Sjech Abdullah engku surau Gadang. (tanah sirah)
5. Sjech Abdul Rachman engku Talawi (engku Hasan Djamin)
6. Sjech Abdullah engku Lunto.
7. Sjech Aboe Bakar engku Surao Palo. (Panaykumah nan Panjang)
8. Sjech Abdullah engku Surau Ambatjang Koto Anau.
9. Sjech Muhammad Sjech Koto Baru Palangki.

Inilah jang terima wakaf Surau Gadang itu dari Sjech Muhammad Saleh tersebut (ini tersebut dalam segel jang tersimpan di engku Surau Tandjung) djuga tersebut dalam segel itu jaitu untuk mendjaga dan untuk mengamat-amat serta melaksanakannja diberatkan beliau kepada anak beliau sampai turun temurun menurut sjari’at agama tidak boleh anak tjutju beliau melalaikannja.

Untuk urusan memperbaikinja disanggupi oleh ninik makam dalam suku Dalimo, dan orang tjerdik pandai masa itu, mengaku ninik mamak akan menjampaikan kepada anak tjutju semuanja (ini keterangan segel) :

Pada tahun 1897 waktu akan mengganti atap idjuk dengan seng, pada waktu itu Suku Dalimo tidak sanggup menggantinja, dirapatkan negeri, ninik mamak dan 4 orang djenis serta tjerdik pandai dalam negeri untuk membitjarakan hal itu, sepakat orang suku Dalimo menjerahkan untuk memperbaiki meusahakan memperbaikinja mana2 jang rusak mulai hari itu sampai seterusnja kepada negeri (kerapatan negeri Silungkang, maka kerapatan negeri sepakat pula menerimanja itu (menerima penjerahan itu).

Kemudian dibitjarakanlah siapa jang akan dikepalakan meurusnja. Dapat kata sepakat untuk mengepalainja kepada 3 orang jaitu :

I. Sjech Mohammad Taib engku Surau Lurah. – Adik Sjech Barau orang Tanah Sirah.
II. Sjech Abdul Rachman engku Surau Bulek. – Anak Sjech Barau orang Dalimo Jao.
III. Sjech engku Surau Tandjung, sampai mati jang bertiga itu terus meurus surau Gadang itu, tersebut dalam segel, tanah surau Bulek dan Tabuh tidak wakaf.

Tabuh, wakaf orang Pianggu dan Tarung2 kepada beliau. Beliau tidak boleh mewakafkan pula. Tanah wakaf nik Itam Dalimo Kasik kepada beliau, tidak pula dapat beliau mewakafkannja, Surau Lakuk beliau buat dengan sedekah nik Itam kepada beliau dan setelah sudah Surau Lakuk itu, beliau wakafkan pula kepada nik Itam itu. Surau Tandjung beliau buat dengan uang sedekah Penghulu Patopang Dt. Rangkayo Nan Gadang. Tanah Surau Tandjung itu beliau beli dengan orang Dalimo Kasih Rp. 250,-

Pada masa hidup orang jy sembilan orang itu ada beliau itu rapat di Surau Bulek semuanja, berkato engku Sjech Talawi “Kita semua jang terima wakaf ini banjak jang tidak tinggal disini, bagaimana hendaknja Surau Gadang ini urusan oleh kita jang terima wakaf.

Djawab engku Surau Gadang “Kita serahkan sadja kepada jang tinggal disini jaitu engku Surau Lurah, engku Surau Bulek dan engku Surau Tandjung. Kemudian diterima oleh jang bertiga itu.

Sesudah mati orang itu semuanja, diurus oleh H. Abdullah anak engku Surau Bulek dan sudah mati Hadji Abdullah digantikan oleh M. Salim Dt. Sinaro Chatib anak engku Surau Bulek djuga (sajo sendiri).

Inilah jang dapat saja tuliskan dengan benar.

(dto) M. Salim Dt. Sinaro Chatib

Disalin dari Salinannja oleh :

(Buyung Sutan Sinaro)
2-5-1963

Silungkang, 05 September 1994.
Disalin dari Salinanja oleh :

d.t.o

DASRIL BAKRI

H. Abdullah anak Ongku Surau Bulek
Ini adalah Bapak H. Adjar (H. Ruslan)

Mulai hari ini telah dibuka posko penerimaan bantuan untuk korban gempa Sumatera Barat di Gedung Silungkang.
Jl. Gotong Royong Kav. 13
Larangan Indah Tangerang
Telp 021 7328676.

Kepada segenap organisasi yang berada dibawah naungan Persatuan Keluarga Silungkang (PKS) di Jabodetabek untuk ikut berpartisipasi.

KAMI MENGGUGAH KEPEDULIAN ANDA SEMUA.

Batuka tando ini didahulunya dilazimkan di atas balai-balai adat. Sesudah itu ditukar dengan di Lapau (Lapau Limin, Lapau Parin, Lapau Tungkin dan lain-lainnya). Akhir-akhir ini telah dibiasakan pula di Surau atau di Mesjid.

Sewaktu batuka tando di balai-balai adat, yang membawa minuman adalah dari pihak perempuan. Setelah pindah ke lapau, yang membayar minuman adalah pihak lelaki.

Sekarang setelah pindah ke surau atau masjid, yang membawa makanan dan minuman adalah kedua belah pihak.

Yang menghadiri batuka tando ini biasanya adalah : Mamak kedua pihak, Pandito kedua belah pihak, Datuak Kampuang kedua pihak. Sekarang telah dihadiri pula oleh induak-induak sebagai pendengar dan yang membawa makanan.

Setelah selesai minum, dihimbaukanlah oleh Datuak kampuang pihak nan laki-laki kepada Datuk Kampuang pihak perempuan :

“Dek kito lah sudah minum, kok kito ansu-ansu paretongan ka baapo kok”.

“Nan sarancaknyo bona”, jawab Datuak Kampuang pihak perempuan.

Kato Datuak Kampuang pihak lelaki : “Ma lah batomu mamak samo mamak, diatehnyo kini lah batomu pulo kito Datuak Kampuang samo Datuak Kampuang. Baapo to kini, kami dipihak nan laki-laki nak mamakaikan adat jo pusoko, artinyo kok batali nak baelo, kok batampuak nak bajinjieng. Sakian sampainyo dek ambo ka Datuak”

Dek Datuak Kampuang pihak yang perempuan, kato-kato Datuak Kampuang pihak laki-laki tadi diulang kembali, dan seterusnya berkata : “Kok iyo Datuak nan mamaikan adat jo pusako, iyolah dek kami nak maliek pulo nan putieh hati bakaadaan, putieh kapeh bulieh diliek”.

Oleh Datuak Kampuang nan laki-laki, diserahkanlah sebentuk cincin. Cincin ini adolah cincin tando yang telah spesial untuk itu.

Cincin ini diikat dengan sedikit tali yang maksudnya “Batali bulieh di elo”.

Oleh Datuak Kampuang pihak yang perempuan, cincin itu dipersaksikan kepada yang hadir.

Waktu batuka tando ini, ditentukan sekali bila nikah, bila balopeh dan bila olek kawin, dan lain-lainnya.

Selesailah upacara batuka tando ini.

Perkawinan yang ideal :

  1. Mengawini anak mamak
  2. Mngawini kemenakan Bapak
  3. Batuka imbek

Perkawinan yang dilarang :
Apa-apa yang dilarang oleh Hukum Islam

Perkawinan pantang :

  1. Kawin keluar baik lelaki maupun perempuan (sudah tidak berlaku lagi)
  2. Yang ada pertalian darah menurut garis ibu
  3. Kawin sekaum atau sekampung
  4. Mengawini orang yang telah diceraikan kaum kerabat, sahabat dan tetangga dekat
  5. Mempermadukan perempuan yang sekerabata atu sekampung
  6. Mengawini orang yang tengah bertunangan
  7. Mengawini anak tiri saudara kandung

Waktu perkawinan yang ideal :

  1. Dekat akan masuk bulan puasa
  2. Dekat bulan haji

Hari perkawinan yang ideal :

  1. Nikah hari Senin
  2. Balope hari Rabu
  3. Barolek kawin hari Jum’at

Ketiga-tiganya dalam minggu itu juga dan diwaktu bulan baik

Perceraian yang dilarang : Apa-apa yang dilarang oleh agama Islam

Perceraian pantang : menceraikan istri di rantau orang.

Penjelasan :
Kalau ada yang melanggar pantang ini akan dikenakan hukum. Sanksi hukum ditimpakan kepada pelanggar tergantung kepada keputusan yang ditetapkan oleh musyawarah kaumnya.

Tingkatannya antara lain : “Membubarkan perkawinan itu, hukum buang dengan diusir dari kampung, dari negeri atau dikucilkan dari pergaulan.

Juga dapat dilakukan dengan hukum denda dengan cara meminta maaf kepada semua pihak pada suatu perjamuan di balai-balai adat.

Link terkait :
Sumando Yang Diidamkan (Part. 3)
Yang Ideal (Part. 2)

Sumber : Makalah pada Seminar Adat Silungkang Asli

Foto-foto pulang basamo Silungkang tahun 2008 telah hadir di silungkang.com.

Berikut linknya :

Foto-Foto Pulang Basamo Bag. 1

Foto-Foto Pulang Basamo Bag. 2

Foto-Foto Pulang Basamo Bag. 3

Foto-Foto Pulang Basamo Bag. 4

Foto-Foto Pulang Basamo Bag. 6

Foto-Foto Pulang Basamo Bag. 7

Foto-Foto Pulang Basamo Bag. 8

Foto-Foto Pulang Basamo Bag. 9

Foto-Foto Pulang Basamo Bag. 10

Foto-Foto Pulang Basamo Bag. 11

Foto-Foto Pulang Basamo Bag. 12

Foto-Foto Pulang Basamo Bag. 13

Foto-Foto Pulang Basamo Bag. 14

Foto-Foto Pulang Basamo Bag. 15

Kontributor Foto oleh Maradona Dias, Zulfikar
Dan nantikan foto-foto selanjutnya di silungkang.com

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Membaca tabloid Koba Silungkang edisi April 2003 dalam tulisan “Seputar Kota Kita” mengkritisi sikap PKS Jakarta soal “Balon” Wako dan Wawako saat itu, Who Wants To Be The Mayor Part 2.

Kami teringat pengalaman Alm. Sdr. Syafar Habib yang diceritakannya pada kami 3 bulan sebelum dia meninggal dunia. Sebelum dia menceritakan pengalamannya itu, dia minta kepada kami agar kami berfikir secara filosofis, sebagai berikut :

Dalam pertemuan ‘acara Minang’ dia duduk; di sebelah kanannya Bapak Emil Salim dan di sebelah kirinya Bapak Menteri Abdul Latif. Bapak Emil Salim berkata kepada Sdr. Syafar Habib : Engku Syafar, saya bangga dengan perantau Silungkang, di mana-mana orang Silungkang jarang yang menjadi pegawai negeri, kebanyakan menjadi pedagang. Tetapi setelah saya menjadi menteri saya perhatikan tidak ada orang Silungkang menjadi pengusaha menengah ke atas.

Mendengar ucapan kedua tokoh Minang itu Sdr. Syafar Habib hanya terdiam, tetapi dalam hatinya berkata : apakah baju putih yang sedang saya pakai ini sama warna putihnya dengan pakaian dalam ?

Mendengar pengalaman Sdr. Syafar Habib ini kami juga merenung dan terpikir bagaimanakah orang Silungkang di abad 21 ini.

Menjelang Sdr. Zuhairi Muhammad Panai Empat Rumah meninggal dunia, kami sekali dalam tiga bulan sengaja datang ke rumahnya di Komplek Perindustrian di Jalan Perdatam Pancoran, rasanya kalau kita berbicara dengannya seperti kita berbicara dengan mamaknya Alm. Pakiah Akuk. Dia mengatakan pendapatnya kepada kami, bahwa orang Silungkang bukan orang aktif tetapi reaktif. Semula kami tidak sependapat dengannya, tetapi setelah kami renungi kami sependapat pula dengannya.

Tahun 80-an kami pernah membaca buku karangan Mr. Muhammad Rasyid berjudul ‘Sejarah Perjuangan Minangkabau’ sebelum peristiwa PRRI beliau menjadi duta besar RI di Perancis merangkap di Italia, di halaman 45 kami membaca waktu pemberontakan rakyat Silungkang tahun 1927. Penjajah Belanda sangat kejam, tentara Belanda memperkosa gadis-gadis Silungkang.

Begitu tersinggungnya kami, buku itu tidak tamat dibaca tetapi diserahkan kepada PKS di Bendungan Hilir, karena waktu itu PKS masih menumpang di kantor Koperasi Kemauan bersama di Bendungan Hilir (Bendhill). Kenapa buku itu diserahkan karena menurut Mr. Muhammad Rasyid kalau isi buku ini tidak sesuai dengan kenyataannya (buku ini jilid pertama) bisa diralat pada jilid kedua nanti.

Akhirnya buku itu dikembalikan kepada kami setelah buku tersebut berubah warna, mungkin waktu itu tidak ada reaksi dari PKS, entahlah !

Waktu kami mendapat musibah, kami mendatangi Buya Duski Samad , untuk minta nasihat, kepada beliau kami curahkan musibah yang kami terima, jawab beliau singkat: tetapi kita harus berfikir, kata beliau : jika sekarang saya mempunyai uang 100 juta rupiah, uang itu akan habis dalam seminggu, kami bertanya : kenapa begitu Buya ? jawab beliau, saya bukan pedagang. Kami renungkan jawaban beliau itu, kemudian kami menjawab sendiri; “Kerjakanlah apa yang ada ilmunya pada kita”, betul kata beliau. Kemudian beliau bertanya murid-murid beliau dulu yang berasal dari Silungkang, a.l., Yakub Sulaiman (Pakiah Akuk) dan Abdullah Usman (Guru Dullah Sw. Jawai) beliau bangga dengan murid-murid beliau itu.

Lelah bersaing menjadikan takut bersaing
Di zaman Gajah Tongga Koto Piliang Dulu, kemungkinan besar orang Silungkang pintar dan cerdas, tetapi sayang kenapa orang Silungkang mendiami lungkang sempit, hampir tidak ada tanah yang subur untuk ditanami padi, tidak seperti belahan kita di Padang Sibusuk dan Allah mentakdirkan kita orang Silungkang menjadi pedagang.

Pedagang itu sarat dengan persaingan, bisa terjadi persaingan itu antara saudara sesuku, sekampung, sepupu, bahkan antara saudara sendiri clan yang paling riskan terjadi antara Pembayan dengan Pembayan yang sama-sama mendiami rumah panjang (rumah adat).

Coba kita pikirkan Silungkang itu seperti kotak korek api dibandingkan Indonesia yang luas ini.

Menurut perkiraan kami sebelum Jepang menjajah Indonesia, 50% perempuan Silungkang yang sudah bersuami dimadu suaminya, mungkin juga lebih.
Kenapa bisa seperti itu ? Mana mungkin perempuan Silungkang bisa menikah dengan orang luar Silungkang, karena adat melarangnya, terpaksa atau tidak perempuan-perempuan Silungkang harus bersedia menjadi isteri kedua atau menikah dengan duda yang jauh lebih tua umurnya.

Madu itu obat, tetapi bagi perempuan yang di’madu’ menyakitkan hati, bersaing memperebutkan kasih sayang sang suami, anak-anak yang . ibunya dimadu, pun merasa dimadu pula dengan ibu-tiri, saudara tirinya. Persaingan itu menimbulkan kecemburuan, kecemasan, dengki, irihati clan was-was, penyakit itu bisa,, berketurunan.

Menurut Prof. Zakiah Deradjat dalam buku “Menghadapi Liku-Liku Hidup”, beliau menulis dari segi kejiwaan, perkembangan dan pertumbuhan anak, anak dalam kandungan telah menerima pengaruh-pengaruh yang berarti baginya. Suasana emosi dan tolak pikir ibu yang sedang mengandung mempunyai kesan tersendiri bagi janin dalam kandungan.

Jadi orang Silungkang mendiami lungkang yang sempit, persaingan hidup yang tidak sehat, sangat mempengaruhi cara berfikirnya. Jadi apa yang dikatakan Bapak Emil Salim di atas, sangat bertolak belakang dengan apa yang terjadi dalam masyarakat Silungkang, jika dilihat dari luar semuanya baik. Coba kita perhatikan semenjak dahulu organisasi apapun yang dibentuk, dan bangunan apapun yang didirikan hampir semua meninggalkan kesan-kesan yang kurang baik.

Kemudian apa yang dikatakan Bapak Menteri Abdul Latif di atas, mungkin juga akibat “Lima Penyakit Di atas”. Seterusnya pendapat Sdr. Zuhairi Muhammad (Alm), kita orang Silungkang bukan aktif tetapi reaktif, kemungkinan ini juga diakibatkan oleh orang kita (SLN) tidak bisa bersaing khususnya dengan orang di luar Silungkang, bisanya hanya bersaing dengan orang sekampung sendiri.

Yang menang membusungkan dada dan yang kalah bak perempuan tua memakan sirih, daun sirih habis, tinggal tembakaunya yang masih dikunyah-kunyah.

Orang-orang Silungkang Diabad 21
(Silungkang People Must Be Brave To Up Side Hand Down)

Mengkritisi PKS., maaf … tentu maksudnya ketua PKS, kalau kita perhatikan latar belakang ketua PKS ini, lahir di Silungkang, kecil dibawa merantau oleh orang tuanya ke Medan, SD, SMP dan SMU di Medan, kuliah di Jakarta. Bekerja dan berusaha, bukan dalam lingkungan Silungkang. Bidang usahapun berlainan dengan kebiasaan orang-orang Silungkang, bergaul selama sekolah di Medan dengan komunitas “Batak” tapi tidak kelihatan pengharuh “Batak”-nya, dia supel, demokrat dan moderat. Menurut kami PKS belum pernah mempunyai ketua yang seperti ini.

Banyaknya balon (lebih dari satu) Wako – Wawako, orang belum tentu menilai kita tidak bersatu, bukan Bapak Emil Salim saja yang menilai kita bersatu, banyak yang lain.

Kita bisa belajar dari cara pemerintahan kita di zaman Soeharto, yang memproteksi pengusha-pengusaha nasional, waktu datang krisis karena globalisasi, pengusaha-pengusaha nasional tidak bisa bersaing, oknum pemerintah korup dan pengusaha menyuap, akhirnya semuanya berantakan, jangan hendaknya Silungkang ini seperti Indonesia kita sekarang.

Jangan pula kita hanya terkesan dengan kata-kata keputusasaan Eva Peron dalam sebuah lagu “Don’t Cry For My Argentina”.

Sampai sekarang lagu itu masih dipopulerkan Madonna, kita tak pernah kenal dengan siapa Eva Peron dan Madonna itu ? Coba kita berpedoman kepada Nabi Muhammad SAW, yang mana nama beliau kita sebut-sebut setidak-tidaknya 29 x sehari dalam shalat 5 waktu dan lagi beliau itu ada tertulis dalam AI-Qur’an. Mengapa beliau sampai menangis waktu akan meninggal dunia dan berkata : ummati, ummati, ummati, begitu perhatian Nabi Muhammad SAW pada umatnya. Putus asa apa hukumnya ? Haram.

Buletin Silungkang jangan hanya terbit untuk kepentingan sesaat tetapi berlanjut untuk kepentingan orang Silungkang yang dirantau dan yang di kampung dengan harga yang bisa terjangkau oleh semua lapisan masyarakat, semoga …

Sekarang ilmuan Silungkang sudah banyak di Jakarta dan di kota-kota lainnya, bahkan di mancanegara. Dalam berbagai disiplin ilmu, mintalah kepada mereka sumbangan pikiran untuk ditulis dalam buletin Silungkang. Tentu, dengan tulisan dan kata-kata yang menyejukan dan juga artikel-artikel (rubrik) yang dibutuhkan oleh pelajar, mahasiswa Silungkang dan ditulis pula pengalaman-pengalaman orang Silungkang yang bisa menjadi pelajaran bagi pembacanya.

Apalagi ada ruangan agama terutama di bidang zakat, penulisannya itu ‘bak azan bilal’ sahabat Nabi Muhammad, yang suaranya itu menghimbau orang segera sholat.

Bisa jadi buletin Silungkang itu kelak bak harian Republika yang mempunyai dompet dhuafa untuk orang Silungkang yang berkekurangan dan mengajak orang Silungkang untuk berdoa dan menangis serta berbut, beramal untuk kemaslahatan kampung kita, jauh dari berkorban karena ada sesuatu di belakangnya. Amin ya robbal ‘alamin.

Billahitaufiq walhidayah
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

“Mucho Gracias Amigo – Arigato Gozaimatsu Tomodachi”

Esemmes

Tembusan dikirim kepada Yth.
1. Tabloid KOBA
2. Koordinator LAZ / PKS
3. PT. Estetika (Percetakan)
4. Sdr. Fadil Abidin (Pengajian PKS)

Karena adanya PILKADA Tangerang yang jatuh pada tanggal 26 Oktober 2008, maka dengan ini Halal bi Halal PKS diundur menjadi tanggal 9 November 2008 pada waktu dan tempat yang sama.

Agar maklum adanya

Dasar Falsafah Adat Minang

1. Ketentuan alam terhadap adat :

  • Adat jika dipakai baru, kain jika dipakai usang.
  • Cupak menurut panjang betung, adat adalah sepanjang jalan.
  • Sekali air bah, sekali tepian berkisar ( = adat harus sanggup menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman )
  • Melihat contoh pada yang lampau, melihat tuah pada yang pandai ( = agar adat tetap segar dan aktual )
  • Usang diperbaharuai, lapuk disokong, yang buruk dibuang, jika singkat harap diulas, panjang harap dikerat, rumpang harap disisit ( = agar tetap muda – sesuai dengan perkembangan zaman )
  • Birik-birik terbang ke sawah, dari sawah ke halaman, patah sayap terbang terhenti, bertemu di tanah bata. Dari ninik turun pada mamak, dari mamak turun pada kemenakan, patah tumbuh hilang berganti, pusaka demikian juga ( = fatwa adat agar walaupun adat perlu menyesuaikan dengan perkembangan zaman namun tetap menurut fatwa adat )
  • Kayu pulai di Kato Alam, batangnya sendi-sendi. Jika kita pandai dengan alam, patah tumbuh hilang berganti. ( = harus pandai dengan alam )
  • Iman tidak boleh goncang, kemudi tidak boleh patah, pedoman tidak boleh goyang, halun tidak boleh berubah.

2. Beberapa pedoman adat :

Hidup bersama dalam pergaulan hidup :

  • Yang tua dimuliakan, yang muda dikasihi, sama besar hormat *menghormati.
  • Dalam kabar baik memberitahu, dalam kabar buruk berhamburan. Pucuk pauh sedang terjela, penjuluk bunga gelundi, agar jauh silang sengketa, perhalus basa dan basi.
  • Yang kurik adalah kundi, yang merah adalah saga, yang baik adalah budi, yang indah adalah basa.
  • Hutang emas dapat dibayar, hutang budi dibawa mati. Agar jauh silang sengketa, perhalus basa dan budi.
  • Kalau hendak pandai sungguhlah berguru, kalau mau tinggi pertinggilah budi.
  • Puar yang kena cencang, andilau yang bergerak.
  • Yang bagus bagi kita, disetujui oleh orang lain hendaknya, yang sakit bagi kita, sakit pula bagi orang lain, yang enak bagi kita, enak pula bagim orang lain.
  • Duduk sama rendah, berdiri sama tinggi Janji harus ditepati, ikrar harus dihormati. Kalau berjanji biasa mungkir, titian biasa lapuk, musuh bagi orang Minangkabau.
  • Waris diterima, pusaka ditolong, berjalan tetap pada yang biasa, berkata tetap pada yang benar.
  • Hutang budi dibawa mati, budi sedikit terasa berat.
  • Ingat-ingat, jikalau yang di bawah menghimpit, jikalau bocor dari bawah.
  • Jika di dalam kebenaran, biarpun putus leher dipancang, setapak janganlah engkau surut.
  • Berhemat sebelum habis, sediakan payung sebelum hujan.
  • Hari panas kalau tidak berlindung, hari hujan bila tidak berpayung, hari gelap kalau tak bersuluh, jalan sunyi kalau tidak berteman.

Hidup bersama saling menguatkan satu sama lain :

  • Adat bersaudara, saudara pertahankan ; adat berkampung, kampung pertahankan ; adat bersuku, suku pertahankan ; adat bernegeri, negeri pertahankan ; sandar bersandar seperti air dengan tebing.
  • Bersaudara memagar saudara, berkampung memagar kampung, bernegeri memagar negeri, berbangsa memagar bangsa.
  • Jika mendapat sama berlaba, kehilangan sama merugi ; yang ada dimakan bersama, yang tidak bersama dicari ; hati gajah sama dilapah, hati Lingau sama dicecah ; banyak beri bertmpuk, sedikit beri bercacah ; besar kayu besar bahannya.
  • Ke lurah sama menurun, ke bukit sama mendaki, sama menghayun sama melangkah, seciap seperti ayam, sedenting seperti besi.
  • Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing, sama sakit, sama senang.
  • Duduk sendirian sempit, duduk bersama lapang.
  • Mencari kata mufakat, menambah sesuatu yang kurang, menyambung yang pendek, menjinakkan yang liar, merapatkan yang renggang, menyisit yang umpang, melantai yang lapuk, memperbaharui yang usang.
  • Menyuruh berbuat baik, melarang berbuat jahat, menarik dan mengembangkan, menunjuk dan mengajari, menegur dan menyapa, salah diperbaiki, dialih kepada yang benar.
  • Tidak ada tukang membuang kayu, kalau bungkuk untuk bingkai bajak, yang lurus untuk tangkau sapu, yang sebesar telapak tangan untuk papan tuai, yang kecil untuk pasak suntung.
  • Yang buta penghembus lesung, yang tuli pelepas bedil, yang lumpuh penghuni rumah, yang kuat pembawa beban, yang bodoh untuk disuruh-suruh, yang cerdik tempat bertanya dan lawan berbicara, yang kaya tempat minta tolong.
  • Melawan guru dengan ajarannya, melawan mamak dengan adatnya.
  • Dikurangi berbahaya, dilebihi tidak pantas.
  • Keluk paku kacang belimbing, pucuknya lenggang-lenggangkan, dibawa ke Saruasa. Anak dipangku kemenakan dibimbing, orang kampung pertenggangkan, jaga negeri jangan binasa.
  • Jika tanah yang sekeping telah dimiliki, jika rumput yang sehelai, sudah ada yang punya, malu belum lagi dibagi.
  • Kemenakan beraja pada mamak, mamak beraja pada penghulu, penghulu beraja pada mufakat, mufakat beraja kepada alur dan patut.
  • Bulat air oleh pembuluh, bulat kata oleh mufakat, air melalui betung, kebenaran melalui orang.
  • Jika bulat sudah boleh digolongkan, jika gepeng sudah boleh dilayangkan ; tidak ada kusut yang tidak selesai, tidak ada keruh yang tidak jernih.
  • Pada yang sakit lekatkan obat, pada yang benar letakkan alur, pada air lepaskan tuba, pada garis memahat, pada yang diukur yang dikerat, pada rangkanya lekatkan permata ; bulat air oleh pembuluh, bulat kata oleh mufakat, bulat jantung oleh kelopak, bulat segolong, ceper selayang.
  • Dicari runding yang benar, beria-ia dengan adik, bertidak-tidak dengan kakak, air dibulatkan dengan pembuluh, kata dibulatkan dengan mufakat, yang buruk dibuang dengan hitungan, yang baik diambil dengan mufakat.
  • Tidak ada kusut yang tidak bisa diselesaikan, tidak ada keruh yang tidak bisa jernih, lubuk akal, lautan budi.
  • Kalau sudah dapat kata yang satu, bulat tidak bersudut, ceper tidak bersanding, yang terikat karena tiang, yang terkurung karena kunci.
  • Dimana berdiri, disitulah tanah diinjak, langit dijunjung, masuk kandang kambing mengembek, masuk kandang sapi melenguh.

Sifat Pemimpin

  • Orang besar adalah dibesarkan maka dianya besar, tumbuhnya ditanam, tingginya disokong, besarnya dipelihara.
  • Kalau besar jangan melenda, kalau cerdik jangan menipu.
  • Yang kecil jangan tertipu, yang besar jangan menipu.
  • Air yang jernih, tempurung yang ceper seperti pohon di tengah padang, uratnya tempat bersela, batangnya tempat bersandar, dahannya tempat bergantung, buahnya untuk dimakan, daunnya untuk berlindung.
  • Rajo ( pemimpin ) adii disembah, rajo zalim disanggah.
  • Kalau benar penghulu bagaikan lantai, kalau berpijak jangan menjungkat ; pemimpin biasa mendapat upat ; kalau datang persoalan dan upat, anggaplah sebagai penawar, demikiannya pemimpin yang sebenarnya.
  • Jika penghulu kena kicuh, kampung halamn sudah terjual ; agar penghulu diikuti orang, pandai bergaul dengan orang banyak.
  • Sumbang salah tindakan perangai, jalankanlah hak penghulu, tidak ada kusut yang tidak selesai.
  • Penghulu berdiri di tengah-tengah, jikalau penghulu pecah, adat tidak akan bangun lagi ; hilang percaya anak negeri, kata dan kerja tidak seiring.
  • Perkataan raja memberikan kelapangan, perkataan penghulu menyelesaikan, perkataan monti adalah mengulangi, perkataan hulubalang adalah kertas, perkataan orang banyak tidak keruan.

Penghulu :
1. Sebagai bumi, di mana sesuatu tempat berdiri,
2. Teguh pada adat dan berdiri di pintu adat,
3. Menghukum sepanjang adat,
4. Menyuruh berbuat baik dan melarang berbuat jahat,
5. Perkataannya menyelesaikan.

Malin :
1. Sebagai air yang menghanyutkan yang kotor,
2. Teguh pada agama dan berdiri di pintu agama,
3. Menghukum sepanjang syarak,
4. Membesokan halal jo haram,

Monti :
1. Sebagai angin yang menyampaikan sesuatu,
2. Tegas dalam tindakan dan pengawal di pintu susah,
3. Menghukum silang selisih,
4. Menerima dakwa, melalaikan jawab,
5. Perkataannya mengulangi.

Dubalang :
1. Sebagai api yang bertindak keras,
2. Teguh pada negeri dan berdiri di pintu mati,
3. Menghukum waktu ada perkelahian dan peperangan,
4. Menjaga dari kejahatan,
5. Perkataannya adalah keras.

Kejayaan negeri :

  • Sawah ladang, jalan yang ramai; padi menjadi jagung.
  • Lumbung berjejer di halaman, rangkiang tujuh sejajar, seubah si Bajau-bajau; untuk anak dagang lewat, sebuah di Tinjau Laut, untuk anak korong kampung, terdapat lumbung yang banyak, makanan anak kemenakan.
  • Bersih di tepi air, sosial jika perut kenyang.
  • Hilang bangsa karena tidak mempunyai emas.

Sumber :

  1. Amir M.S., Adat Minangkabau – Pola dan Tujuan Hidup Orang Minang, Jakarta, Penerbit PT. Mutiara Sumber Widya, 1999.
  2. Prof. Mr. M. Nasroen, Dasar Falsafah Adat Minangkabau, Jakarta, CV. Penerbit Pasaman, 1957.
  3. A.B. Dt. Madjo Indo, Kato Pusako, Jakarta, Penerbit PT. Pora Karya, 1999.

TAMAT

Kepada Yth.
Seluruh Warga Silungkang
Di Jakarta dan sekitarnya

Dalam rangka merayakan Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1429 H, Keluarga Besar Persatuan Keluarga Silungkang (PKS) Jakarta, bermaksud mengadakan acara Halal bi Halal pada :

Hari : Minggu, 26 Oktober 2008

Jam : 08.00 s/d Selesai

Tempat : Gedung PKS Jakarta, Jl. Gotong Royong Kav. 13 Larangan Indah, Ciledug Tangerang 151514

Acara : Gamad Tradisional, Bazar, Dll

Bagi warga Silungkang yang ingin berdagang (berjualan) agar segera mendaftarkan kepada Sekretariat PKS Jakarta (Sdri. Mefa) setiap hari kerja jam 09.00 – 16.00 WIB, Telepon 021 734 54503 / 732 8678, paling lambat tanggal 23 Oktober 2008.

Demikianlah pemberitahuan ini kami sampaikan, sekaligus sebagai undangan kepada seluruh warga Silungkang di Jakarta dan sekitarnya untuk dapat hadir bersama keluarga.

Panitia Halal bi Halal PKS Jakarta

Pada tanggal 7 September 2008, Suku Supanjang telah mengadakan Buka Puasa Bersama. Sebelum itu, diadakan Pengukuhan Penghulu Panukek Suku Supanjang yang dipegang oleh Irland. Foto-foto buka puasa bersama bisa dilihat di sini.

Pada tanggal  14 September 2008, seluruh dunsanak Silungkang yang berada di Jakarta buka puasa bersama. Sebagai penyelenggara adalah PKS (Persatuan Keluarga Silungkang) Jakarta. Foto-foto buka puasa bersama bisa dilihat di sini atau di sini.

Tanggal 21 September 2008, giliran suku-suku dalam lingkup PATAS.

Terima kasih atas konstribusi foto dari Pak Azhari Boerhan dan Ananda Maradona Dias.

lintas sumatera 2008

sumatera barat 2008

Sketsa Jalan Lintas Sumatera

Sumber : Zoelfikar Chaniago

peta pulang basamo

Sumber : Zulfikar Chaniago

15. Ciri Masyarakat Minang

1. Aman dan Damai

Bumi yang Damai

  1. Kalau adat berbuhul sintak, sekata baru dijalankan, lurus yang tak mungkin menghindar, hukum yang benar yang diturutkan,
  2. Sudah mujur yang teraih; paham seukur yang dicapai, keruh yang sudah diperjernih, kusut yang sudah diselesaikan,
  3. Tak ada keruh yang takkan jernih, tak ada kusut yang takkan selesai, sepuas silang dan selisih, dapat yang benar tibalah damai,
  4. Supaya sama tampak putih hati, tanda jernih tak berlumpur, berjabat tangan malah kini, begitu adat di hlinangkabau,

Hidup di Dunia
1. Hidup di atas bumi alam ini, menghuni kota dan nagari, ada empat corak dan ragamnya,

a. Pertama, hidup di bumi – kasih pada pacul dan tembilang, suka bersawah dan bertani, memelihara ternak sampai berkembang, kuat bertahun dan menanam, muda tanaman karena disiang ( bersih ), mau mencangkul dan meratakan, jangan tanggung-tanggung,

b. Kedua, hidup di laut – sampan pengayuh kebesaran, alat perkakas serba lengkap, namanya tegak di pertukangan ( nelayan ), tahu dengan ombak yang berdebur, ingat dengan badai yang akan tiba, badan sehat tiang utama, kepintaran pun ada juga,

c. Ketiga, Hidup di awang-awang ( berdagang ) – terbang menyisir awan biru, sayap rimbun ekor pun panjang, mau menjaring angin lalu ( bergaya ), kalau patah sayap tercabut bulu, siang dan malam silih berganti, pandai menenggang yang seperti itu, hidup berniaga itu namanya,

d. Keempat, hidup di langit ( ulama ), iman teguh amalan taat, tahu dengan mungkin dan patut, dunia akhirat supaya selamat, yang baik cinta di hati, pada yang baik tunggang niatan, nafsu dibendung akal budi, pandangan pada dunia berukuran,

2. Itulah macamnya hidup yang empat, diatas dunia supaya dipakaikan, pegang amanat erat-erat, amanat yang jangan dilupakan.

2. Masyarakat nan Sakato

Ciri-cirinya :
Bumi senang padi menjadi, padi masak jagung mengupil, anak buah senang sentosa, ternak berkembang biak, bapak kaya ibu bertuah, mamak disembah orang pula

Unsur-unsurnya :
1. Saiyo Sakato, yaitu seia sekata, seperti kata pepatah :

a. Proses pengambilan keputusan
– Bulat air karena pembuluh, bulat kata karena mufakat, bulat supaya boleh digelindingkan, pipih supaya boleh dilayangkan

b. Mendukung hasil keputusan dengan utuh
– Seciap bagaikan ayam, sedenting bagaikan besi,


c. Semangat musyawarah

– Duduk sendiri bersempit-sempit, duduk bersama-sama berlapang-lapang, kata sendiri dibulati ( dimantapkan ), kata bersama dirundingkan (sebelum diputuskan)

d. Semangat kebersamaan
– Ke hulu se-entak galah, ke hilir serengkuh dayung, sekata lahir dan batin, sesuai mulut dan hati,


e. Anti sikap otoriter

– Walau hinggap ingin mencekam, kuku yang tajam tak berguna, walau memegang tampuk alam, kata mufakat yang kuasa, yang baik diambil dengan mufakat, yang buruk dibuang dengan rundingan,


f. Filosofi mengatasi silang sengketa

– Kalau pecah, pecahnya pelupuh, kalau kusut, kusutnya bulu ayam, retak yang tidak membawa mara ( bahaya ), jengkel yang tidak membawa sengsara, genting yang berpantang putus, biang yang tidak akan tembus,

g. Penyelesaian masalah di luar musyawarah buruk
– Yang benar kata seiya ( sekata ), yang raja kata mufakat, baik kata di dalam mufakat, dicari rundingan yang seiya, dicari kata yang sebuah, beriya-iya dengan yang muda, bertidak-tidak dengan yang tua,

h. Untuk mufakat perlu musyawarah
– Mengeruk sehabis lobang, meraba sehabis rasa, habis daya badan tergeletak, habis faham akal berhenti, katapun putus sendirinya, diindang ditampi teras, dikuras dedak di niru, dipilih gabah satu satu, dalam di pilih, dipilih lagi.

2. Sahino Samalu, yaitu harga diri individu menyatu/melebur menjadi harga diri kelompok suku, seperti kata pepatah :

a. Suku yang tidak boleh dianjak, malu yang tidak dapat dibagi, sesimpul seikat erat, seikat sesimpul mati, seikat bagaikan lidi, sesusun bagaikan sirih, selubang bagaikan tebu, serumpun bagaikan serat,

b. Sesakit sesenang, sehina semalu, serasa seperiksa, seadat selembaga, satu larangan clan pantangan,

c. Dekat jelang menjelang, jauh cinta mencinta, jauh di mata dekat di hati, jauh mencari suku, dekat mencari ibu.

3. Anggo Tanggo, tata pergaulan yang tertib dengan mematuhi aturan-aturan clan undang-undang serta pedoman-pedoman clan petunjuk-petunjuk yang diberikan penguasa adat, seperti kata pepatah :

a. Negeri berpagar undang, kampung berpagar aturan, tiap lesung berayam jago,

b. Negeri berpenghulu, kampung punya ketua, rumah punya tungganai, sawah berpematang, lading berbatas batu, rimba berbatas pohon jilung, bukit berbatas pohon murbai, padang berbatas pohon linggundi, hak yang berpunya, genggam yang beruntuk, seukur makanya jadi, sesuai makanya dipakai.

c. Salah cotok melentingkan, salah ambil mengembalikan, salah makan meludahkan, salah langkah surut kembali, salah kepada manusia minta maaf, salah kepada Tuhan minta tobat.

3. Sapikue Sajinjiang, yaitu saling membantu dengan pedoman berat sama dipikul, ringan sama dijinjing, seperti kata pepatah :

a. Yang berat sama dipikul, yang ringar, sama dijinjing, ke bukit sama mendaki, ke lurah sama menurun, yang ada sama di makan, yang tidak ada sama dicari,

b. Keluk paku kacang belimbing, tempurung lenggang*lenggangkan , bawa menurun ke Saruaso, tanamlah sirih di uratnya, anak dipangku kemenakan dibimbing, orang kampung dipatenggangkan, tenggang negeri jangan binasa, tenggang serta dengan adatnya,

c. Yang lemah perlu ditunjang, yang miring perlu ditopang, ayam ada yang merinduk, sirih diberi junjungan ( batang ), hidup’ sandar bersandar, bagaikan aur dengan tebing.

3. Cita-cita Masyarakat Minang

Landasan ( Sendi ) :
Agama Islam, Adat nan Basandi Syarak dan Ilmu Pengetahuan yang bertumpu pada Akal dan Naqal ( dalil aqli dan naqli )

Prasarana :
Individu berbudi luhur
, yaitu hiduik bakiro, baukue, bajangko, babarieh dan babalabeh, baso basi, malu jo sopan, tenggang rasa, setia ( loyal ), adil, hemat dan cermat ( sumber daya manusia dan benda ), waspada, berani karena benar, arif – bijaksana dan rajin

c. Sarana :
Masyarakat yang sakato
, yaitu saiyo sakato, alue – patuik, mufakat, sahino samalu, raso pareso, menyatu, anggo tango, disiplin serta sapikue sajinjing, gotong royong clan kerjasama,

d. Tujuan :
Masyarakat aman, damai, makmur, ceria, berkah
( bumi sanang, padi menjadi, taranak bakambang biak ) atau baldatun toiyibatun wa Robbun Gafuur.

14. Sifat Pribadi Orang Minang

  • Tujuan utama adat adalah untuk membentuk individu atau manusia yang berbudi luhur, berbudaya dan beradab agar melahirkan masyarakat yang aman, damai dan selalu dalam lindungan Tuhan ( baldatun toiyibatun wa Robbun Gafuur )
  • Untuk mencapai masyarakat yang demikian, diperlukan manusia-*manusia dengan watak-watak ideal, yang menurut adat Minang, antara lain :
  1. Hiduik Baraka, Baukue jo Bajangko ( hidup befikir, berukur dan berjangka atau memiliki rencana yang jelas dan perkiraan yang tepat ) :
    • Waspada dalam hidup ( dalam awal akhir terbayang, dalam baik ingatlah buruk, dalam tawa tangis menghadang, hati ria hutang tumbuh ).
    • Dapat memperkirakan apa yang bakal terjadi ( belum rebah sudah ke ujung, belum pergi sudah kembali, belum dibeli sudah dijual, belum dimakan sudah terasa ).
    • Merencanakan sesuatu dengan difikirkan lebih dulu sematang-matangnya dan secermat-cermatnya ( diraba sehabis rasa, dijarah sehabis lobang )
    • Dalam melaksanakan pekerjaan dilakukan sesuai dengan prioritas yang sudah direncanakan ( mengaji dari alif, berhitung dari satu )
    • Dalam melaksanakan sesuatu harus memiliki alasan yang masuk akal clan bisa dipertanggung jawabkan atau bukan asal berbuat tanpa berfikir ( mencencang berlandasan, melompat bersitumpu )
    • Nenek moyang orang Minang, mengajarkan :
    1. Berjalan dengan yang tua, berlayar bernakhoda dan berkata dengan yang pandai,
    2. Ingin kaya, bekerja keraslah, ingin tuah bertaburlah harta, ingin mulia tepatilah janji, ingin nama berjasalah, ingin pandai belajarlah,
    3. Yang elok menurut kita namun disukai orang juga ( elok dek awak katuju dek urang )
    4. Berlebihan berarti riya, kalau kurang sia-sia, dihitung dutu baru dibagi, dibalik dulu baru dibelah, bayang-bayang sepanjang badan – artinya beban jangan lebih dari kemampuan ),
    5. Yang dibaris yang dipahat, yang diukur yang dipotong, jalan lurus yang ditempuh, jalan yang lazim yang dituruti,
    6. Di garis makanan pahat, di air lepaskan racun, ditempat sakit diberi obat, lurus menentang baris adat.
  2. Baso Basi – Malu jo Sopan
    • Yang burik ialah kundi, yang merah ialah sega, yang baik adalah budi, yang indah adalah basa ( basi )
    • Kuatnya rumah karena sendi, rusak sendi rumah binasa, kuatnya bangsa karena budi, rusak budi bangsa binasa
    • Yang tua dihormati, yang kecil disayangi, sama besar bawa berkawan, ibu dan ayah diutamakan
    • Karena ribut rebahlah padi, di cupak Datuk Tumenggung, hidup kalau tak berbudi, duduk tegak serba canggung
    • Gugur pepaya karena binalu, tumbuh serumpun di tepi tebat, kalau habis rasa dan malu, bagaikan kayu longgar pengikat
    • Pucuk pauh sedang terjela, penjuluk bunga linggundi, supaya jauh silang sengketa, perhalus basa basi ( budi pekerti )
    • Pulau pandan jauh di tengah, di balik pulau angsa dua, hancur badan dikandung tanah budi baik terkenang juga
    • Anak orang koto ilalang, mau lewat ke pekan baso, malu dan sopan kalau sudah hilang, habislah rasa dan periksa,
  3. Tenggang Rasa
    • Berjalan pelihara kaki, berkata pelihara lidah, kaki tertarung inai imbuhannya, lidah tertarung emas imbuhannya, berjalan selangkah lihat ke belakang, kata sepatah difikirkan,
    • Yang baik menurut kita, harus juga disukai orang lain, yang enak menurut kita, harus enak juga menurut orang lain, kalau sakit menurut kita, sakit pula bagi orang lain.
  4. Setia ( Loyal )
    • Melompat sama patah, menyeruduk sama bungkuk, tertelungkup sama makan tanah, tertelentang sama minum air, terendam sama basah, resapan air kembali ke air, resapan minyak kembali ke minyak
    • Adat bersaudara saudara dipertahankan, adat berkampung kampung dipertahankan, adat bernegeri negeri dipertahankan, adat berbangsa bangsa dipertahankan, perang antar suku sama disimpan, perang terhadap penjahat sama dihadapi,
  5. Adil ( Tidak Berat Sebelah & Teguh pada Kebenaran )
    • Menimbang sama berat, mengukur sama panjang, tiba di mata tidak dipicingkan, tiba di perut tidak dikempiskan, tiba di dada tidak dibusungkan,
    • Mendapat sama beruntung, kehilangan sama merugi, mengukur sama panjang, menyambung sama luas, berbagi sama banyak,
    • Besar kayu besar bahannya ( iuran ), kecil kayu kecil bahannya ( andilnya ),
    • Yang ada sama dimakan, yang tidak ada sama dicari, hati gajah sama dipotong/disuap, hati kuman sama dicicip ( dicercah ), yang besar di bagi beronggok, yang kecil dibagi secercah.
  6. Hemat dan Cermat, yaitu selalu bertindak efisien clan efektif, baik dalam urusan penempatan manusia maupun penggunaan benda-benda alam, seperti pepatah tentang tanah, kayu, bambu dan sagu.
  7. Waspada ( Siaga ), seperti kata pepatah : memintas sebelum hanyut, dibuat lantai sebelum lapuk, siaga sebelum kenan ( bahaya ), sia-sia negeri akan kaiah, sia-sia hutang timbul, siang di lihat-lihat ( waspada, ), malam di dengar-dengar.
  8. Berani karena Benar
    • Kalau dipindahkan orang pematang, kalau diubah orang adat Minang, kalau diubah orang kata dahulu, jangan cemas jiwa melayang jangan takut darah menyembur,
    • Asalkan masih dalam kebenaran, bersilang tombak dalam perang, sebelum ajal berpantang mati, beribu sebab yang datang, namun mati hanya sekali, esa hilang dua terbilang, berpantang mundur di jalan,
    • Asal masih nafas-nafasan ikan, asal masih jiwa-jiwanya capung, namun yang benar disebut juga,
    • Sekali orang berbicara lancing, anggap angin lalu saja, dua kali orang berbicara lancang, anggaplah lelucon sesama kawan, tiga kali orang berbicara lancang, jangan takut darah tersembur.
  9. Arif, Bijaksana, Tanggap dan Sabar
    • Tahu dengan kilat beliung ke kaki, kilat cermin yang ke muka, tahu dengan mendung di hulu tanda akan hujan, mega di langit tanda akan panas, ingat ranting yang akan menusuk, tahu dahan yang akan menimpa, tahu duri yang akan mengait, pandai memintas sebelum hanyut,
    • Gunung biasa timbunan kabut, lurah biasa timbunan air, lekuk biasa timbunan sampah, laut biasa timbunan ombak, yang hitam tahan tempa ( pukul ), yang putih tahan cuci, dicuci berhabis air, dikikir berhabis besi,
  10. Rajin, seperti kata pepatah : kalau duduk meraut ranjau (jebakan), tegak mengintai mangsa ( berburu ), ingin kaya ulet mencari (uang), ingin pandai rajin belajar.
  11. Rendah Hati, seperti kata pepatah : kalau menimba ( air ) di hilir-hilir, kalau bicara bersahaja, tiba di kandang kambing mengembek, tiba di kandang kerbau menguak, dimana langit dijunjung, di sana bumi dipijak, disitu ranting dipatah.
Bersambung ….