Setiap Suku (yang di dalamnya terhimpun beberapa Kampung) dipimpin oleh seorang Penghulu (pemegang hulu bicara musyawarah dalam Suku). Penghulu Pucuk ini mempunyai perangkat :

 

  1. MONTI : yang arif bijaksana, yang tahu dengan yang tinggi dan rendah; tahu dengan onak yang akan menyangkut; tahu dengan angin yang bertiup; yang tahu dengan ombak akan bersabung; yang tahu dengan runcing yang akan mencucuk; yang tahu dengan dahan yang akan menimpa (cerdik pandai – cendekiawan).

  2. MALIN : Suluh bendang dalam Adat; yang tahu dengan halal dengan haram; tahu dengan yang sah dengan yang batil; yang akan menghela Penghulu jika tersesat ke yang bukan; yang akan menerangi Penghulu jika tersesat di yang kelam (Mualim, guru agama Islam, yang memegang hukum agama).

  3. DUBALANG : Parit pagar yang kokoh; tahu dengan herieng dan gendieng; tahu dengan sumbang dan salah. Kalau keras akan ditakiknya, kalau lunak akan disudunya bila tidak diatas kebenaran. Matanya nyalang; telinganya nyaring; menjaga nagari jangan binasa; jangan ada silang sengketa; jangan terjadi sumbang dan salah; maling dan pencurian jangan bersua (memegang tampuk keamanan Suku).

Penghulu Pucuk bersama dengan Monti, Malin dan Dubalang disebut “Nan 4 Jinih”. Nan 4 Jinih adalah yang memegang Suku. Suara yang tertinggi dalam Suku adalah keputusan Nan 4 Jinih.

 

Setiap Kampung (yang di dalamnya terhimpun beberapa kaum atau famili) dipimpin oleh Penghulu Andiko didampingi oleh Pandito, yang mengurus soal-soal agama. Penghulu Pucuk, Monti, Malin, Dubalang, Penghulu Andiko, Pandito disebut “Orang Nan Bajinih”.

 

Juga termasuk “Orang Nan Bajinih”, yaitu imam mesjid (yang dipegang oleh Suku Melayu); Khatib (yang dipegang Suku Patopang); Bilal (yang dipegang Suku Supanjang). Begitu pula Ongku Kali (Kadhi) Silungkang Khusus juga termasuk “Orang Nan Bajinih”.

 

Sedang Tungganai yang memimpin Kaum atau Famili, yang biasanya disebut Mamak Kaum atau Mamak Kepala Waris, tidaklah termasuk “Orang Nan Bajinih”.

 

Jumlah Orang Nan Bajinih di Silungkang 60 orang : 5 (Penghulu Pucuk); 5 (Malin); 5 (Monti); 5 (Dubalang); 18 (Penghulu Andiko); 18 (Pandito); 1 (Imam); 1 (Khatib); 1 (Bilal) dan 1 (Kadhi). Keenam puluh Orang Nan Bajinih tersebut adalah anggota-anggota KAN (Kerapat Adat Negari) Silungkang. KAN ini merupakan kesatuan masyarakat hukum Adat.

 

“Keputusan-keputusan KAN menjadi pedoman bagi Kepala Desa dalam menjalankan roda Pemerintahan Desa dan wajib ditaati oleh seluruh masyarakat negari dan aparat pemerintahan berkewajiban membantu menegakkan sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan dan perundangan yang berlaku” (Perda Sumatera Barat No. 13/1983, Bab IV, pasal 7, sub 2).

 

Menurut Hasan Basri Durin Datuk Rangkayo Mulia Nan Kuning1) Pimpinan tertinggi dalam Nagari adalah mufakat para Penghulu. Dalam perkembangannya kemudian dalam musyawarah itu diikutsertakan unsur-unsur Ulama dan Cerdik Pandai. Sebagai pimpinan musyawarah biasanya ialah Penghulu Pucuk yang lebih ditinggikan dari Penghulu-penghulu pucuk lainnya (biasanya karena asal-usulnya dari kaum yang paling dahulu menghuni Nagari tersebut) untuk yang Nagari yang menganut Koto Piliang. Di nagari-nagari yang menganut aliran Bodi Caniago biasanya dipilih di antara penghulu-penghulu Pimpinan musyawarah inilah yang kemudian menjadi penghulu Kepala, yang kemudian lagi menjadi Kepala Nagari di zaman penjajahan Belanda.

 

Catatan kaki :
1. Mokhtar Naim : “Dialektika Minangkabau dalam kemelut sosial dan politik”, pen. Genta Singgalang Press, Padang 1984, hlm 57.

 

Sumber :
Buku “Silungkang dan Adat Istiadat” oleh Hasan St. Maharajo
Edisi 1, Jakarta, Mei 1988